"Ngageuing" Kembali Humor (Urang) Sunda
Humor tergolong peradaban purba manusia. Sense of humor dibutuhkan untuk mengungkap keapesan atau kesialan dan kepupusan rasa peka dari indranya (dissociation of sensibility) (Andre Hardjana, 1992). Untuk itu, ada sebuah kirata bahwa suku Sunda tidak jauh dari singkatan suka bercanda.
Khazanah folklor masyarakat Sunda sejak zaman dahulu memiliki beragam ciri, seperti kisah-kisah humor, tatarucingan (teka-teki), sisindiran, dan sempal guyon lain. Keberadaan humor dalam jiwa urang Sunda telah membudaya. Budaya humor dalam hubungan pergaulan sosial masyarakat Sunda menjadi media penting untuk lebih mengakrabkan diri. Apalagi, urang Sunda dikenal dengan someah hade ka semah dan paheuyeuk heuyeuk leungeun antarbaraya.
Fenomena humor dalam masyarakat Sunda telah melahirkan sejumlah tokoh, media massa, dan acara dalam media audiovisual. Kita ingat bagaimana kisah sempal guyon Si Kundang di sebuah radio swasta melegenda hingga menjadi kameumeut pendengarnya. Acara ini terus bertahan sampai sang pemilik suara, Si Kundang, meninggalkan alam fana ini.
Begitu juga dengan gogonjakan Aang K Kusumahdinata alias Kang Ibing, Aom Kusman, Suryana Fatah, dan kawan-kawan dengan grup D'Kabayan. Kisahnya dulu yang hanya bisa didengarkan lewat kaset sekarang masih laris dinikmati melalui media internet.
Dalam seni wayang golek pun Asep Sunandar Sunarya dengan Padepokan Giri Harja III-nya tidak hanya berkutat dalam wayang versi pakeman. Kang Asep terkadang mengeluarkan kisah wayang versi banyolan. Dalam hal ini tokoh wayang humor Si Cepot berkolaborasi dengan seniman lawak lain mengocok perut penikmatnya. Maka, sosok Nyi Ijem, Kang Ibing, Neng Jenong, Anton Abox, Ohang, dan kawan-kawan menjadi sumber nyakakak para penikmat wayang. Bahkan trio seniman lawak Abah Us Us, Yan Asmi, dan Kusye masih menunjukkan eksistensi hingga kebersamaan mereka dalam panggung lawak menghilang setelah kedua penggawanya tilar dunya.
Humor dan Ki Sunda
Humor dan Ki Sunda
Media cetak Sunda pun masih eksis memuat kolom khusus humor-humor Sunda, seperti kolom "Barakatak" di majalah Mangle. Malah majalah Cakakak yang pada 1987-1988-an tenggelam karena terbentur surat izin usaha penerbitan pers kini bangkit dan bereinkarnasi dengan wajah baru. Rengrengan ais pangampih (redaksi), seperti Kang Taufik Faturohman, Kang Ibing, Dedy "Miing" Gumelar Bagito, Acil Bimbo, Tatang Sumarsono, dan Asep Sunandar Sunarya, kembali duduk dalam satu meja menyumbangkan beragam tulisan yang memancing seserengehan dan gelak tawa pembacanya.
Bahkan, menurut gegedug banyol sabulangbentor, Taufik Faturohman, majalah Cakakak ini lahir berkat inisiatif para penikmat humor Sunda di Facebook.
Dalam sebuah situs jejaring sosial, seorang teman yang dikenal pembanyol pernah berkelakar, "Dipikir-pikir, sabenerna mah justru jadi rahayat mah amanat, mun jadi pejabat karek disebut ni'mat. (Dipikir-pikir, sebenarnya justru jadi rakyat itu baru disebut amanat. Kalau jadi pejabat, baru disebut nikmat.)" William Davis, seorang penulis ternama, mengatakan, "Jenis humor yang saya sukai adalah yang membuat saya tertawa selama lima detik, lalu membuat saya berpikir selama sepuluh menit."
Kita bisa berpijak pada pendapat sang bapak psikoanalisis, Sigmund Freud, yang memilah humor menjadi tiga jenis, yaitu comic, humor, dan wit. Sebuah comic tidak memerlukan logika dan mengejar kelucuan semata. Humor ditujukan untuk menyindir dan menertawakan diri sendiri. Sementara wit adalah humor yang memerlukan pemikiran untuk memahaminya. Tidak sedikit dari kita masih berkecenderungan bahwa humor identik dengan slapstick atau pelecehan tubuh sehingga terkesan vulgar.
Kita harus banyak belajar tentang filosofi humor yang pada intinya menertawakan kelemahan kita sebagai manusia, bukan melemahkan manusia lain. Khusus untuk urusan humor kategori vulgar, dalam masyarakat Sunda dikenal istilah cawokah, bukan jorang (vulgar/porno). Jadi, salah besar jika menyebut humor Sunda identik dengan jorang.
Jorang adalah bahasa terkasar, tidak santun, dan tidak pantas. Adapun cawokah adalah bentuk lain penafsiran bahasa rarangan (organ-organ terlarang manusia) dengan bahasa yang penuh ragam makna dan terselubung (tidak secara langsung). Ini biasanya hanya dimengerti orang dewasa. Karena bahasa humor cawokah ini bisa multitafsir, anak kecil biasanya tidak akan faham.
Media "pangeling"
Prof Dr James Danandjaya, ahli folklor dari FISIP Universitas Indonesia, mengatakan, humor adalah sarana rekreasi, penyaluran perasaan tercekal bagi pencerita dan pendengarnya, serta membuat kita tertawa sehingga kesejahteraan mental terjaga.
Humor adalah media pangeling akan keangkuhan manusia, kekurangpekaan manusia terhadap penglihatan, pendengaran, dan kebebalan hati. Ketika semua asyik dengan keterbelengguan tersebut, humor bisa menjadi katarsis terhadap kedunguan kita sebagai manusia. Dengan demikian, jika kita menempatkan humor dalam posisi terhormat, humor bisa menjadi bagian dari industri yang sehat, terapi psikologis bagi setiap individu, dan profesi bagi yang mau menekuninya.
Masyarakat yang kesal, geram, dan gelisah melihat bobroknya pemerintahan bisa menjadikan humor sebagai kanal penyaluran perasaannya. Melalui humor itu pula masyarakat mencoba menuangkan kritik sosial politiknya yang selama ini tidak tersalurkan melalui media komunikasi publik yang tersedia. Saat melontarkan humor, tanpa sadar masyarakat turut membangun kesadaran diri untuk siap mengkritik dan siap pula menerima kritik.
Humor dapat pula dijadikan saluran mengkritik secara halus plus santun. Dengan demikian, pihak yang dikritik tidak tersinggung atau marah.
Pada akhirnya kebiasaan berhumor ria dalam masyarakat Sunda telah menjadikannya bagian hidup yang dapat menggugah kesadaran kita sebagai manusia. Urang Sunda yang suka dengan humor sebetulnya tengah mewujudkan ketenangan otak dan batin dalam posisi menurut ukuran hidup yang ideal. Kita telah jengah dan lelah dengan kondisi bangsa yang tidak kunjung beranjak lebih baik.
Hampir setiap minggu selalu ada kabar baru yang kurang merenah, dari kasus video mesum artis, teroris, ledakan elpiji, gosip murahan para artis, hingga luapan lumpur yang tak kunjung lenyap.
Kata Si Kabayan, "Batur mah geus indit ka bulan, urang mah masih keneh ngaributkeun anggota Dewan nu bolos kerja. Batur mah geus nyieun bom nuklir, urang mah ngurus gas elpiji 3 kilogram nu ngabeledug wae! (Orang lain mah sudah pergi ke bulan, kita masih meributkan anggota Dewan yang bolos kerja. Orang lain sudah membuat bom nuklir, kita masih ngurus gas elpji 3 kilogram yang meledak terus!)"
** Abah Amin (Kuncen Rancabanyol) - Pegiat Humor SundaSumber: Kompas Jabar, Kamis 29 Juli 2010
Follow: